RUU Migas Diminta Tegas Soal DBH dari Produksi Migas
Rancangan Undang-undang (RUU) Migas diminta tegas dalam mengatur masalah Dana Bagi Hasil (DBH) dari produksi migas. Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas (FKPDM) mengusulkan agar pembagian DBH berasal dari prosentase gross revenue atas produksi migas pada daerah yang bersangkutan.
“DBH juga perlu diperluas meliputi dana dari bonus-bonus yang diterima oleh pemerintah pusat terkait dengan PSC,“ kata Direktur Eksekutif Muliana Sukardi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan komisi VII yang dipimpin oleh Ketua Komisi Teuku Rifky Harsa (Fraksi PD), di gedung DPR, Jakarta, Kamis (14/10/2010).
Selanjutnya, kata dia Pemda juga berhak mengambil bagian lebih awal dari hasil produksi setiap tahun sebelum dilakukannya bagi hasil dengan kontraktor (First Tranche Petroleum).
Menyangkut terbitnya Perpres No. 26 tahun 2010 tentang transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah dari industri ekstraktif, FPDM berharap mendapat dukungan dari DPR untuk dapat terlibat sebagai salah satu anggota tim transparansi tersebut.
FKPDM menilai keinginan daerah untuk memperoleh kepastian dan kejelasan mengenai perhitungan penerimaan hasil lifting dan prosentase penambahan bagian daerah, diperlukan inisiatif mengajukan usul perubahan UU guna menaikkan presentase DBH SDA Migas dalam UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Mulian tak menyangkal bahwa permasalahan batas wilayah akhir-akhir ini seringkali menjad perdebatan sengit antar dareah. Terlebih bagi daerah yang memiliki SDA, sehingga ketegasan batas wilayah dan koordinat menjadi penting dalam upaya NKRI.
“Kami berharap adanya aturan yang tegas dan jelas mengenai batas wilayah untuk dapat meminimalisir gesekan-gesekan antar dareah terkait keberadaan SDA, “ ujar Mulia.
FKPDM merupakan wadah perjuangan daerah penghasil migas di seluruh Indonesia, yang dibentuk oleh 15 Gubernur, 50 Bupati, dan Walikota penghasil Migas pada 6 September 2001. Saat ini FKPDM beranggotakan 84 daerah penghasil migas terdiri dari 18 provinsi, 58 kabupaten dan 8 kota.
Menanggapi berbagai masukan terhadap pembahasan RUU Migas tersebut, Ketua Komisi VII Teuku Riefki Harsa menyatakan pihaknya menyambut postif berbagai masukan tersebut dan akan menjadikannya sebagai masukan yang berharag.
“Kami akan mengkaji lebih dalam berbagai masukan ini, untuk dapat diakomodir dalam RUU Migas tentunya,” kata Riefky. (sw)